Menjaga Usaha Dengan Kekeluargaan, Rawon Brintik Semakin Menggelitik

Advertisement

Anda termasuk penyuka rawon? Kalau iya, tidak sah rasanya jika belum mencicipi kuliner legendaris Rawon Brintik Malang. Berdiri sejak 1942, sajian di sini memberi sensasi rasa original sekaligus tradisional.

Daging rawonnya begitu empuk, menyatu dengan bumbu yang dimasak cara ndeso. Penasaran dengan kuliner berkuah hitam ini? Yuk simak ulasannya. 

Kuliner Legendaris Sarat Sejarah

Rawon Bristik Asli  sejak 1942 (dok.pri)
Rawon Brintik buka sejak 1942 (c) Erny Kusumawaty/Travelingyuk

Rawon adalah salah satu menu masakan populer di Jawa Timur. Berbahan irisan daging dengan beragam bumbu dapur dan rempah. Unsur paling menonjol dari semua bumbu, dan sekaligus menjadi ciri khas rawon, adalah keluwak. 

Keluwak membuat kuah rawon berwarna hitam dan terasa khas. Sebab itu jika kuahnya tidak berwarna gelap, bisa dipastikan bumbunya kurang dan tak menggigit cita rasanya. Namun jika terlalu pekat, rasanya justru akan jadi kurang sedap.

Kuah Rawon Brintik, berlokasi di Jl Ahmad Dachlan, berwarna hitam namun tak pekat sekali. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, jika terlalu hitam atau terlalu banyak keluwak malah terasa pahit.

Warung Rawon Brintik (dok.pri)
Warung rawon Brintik (c) Erny Kusumawaty/Travelingyuk

Menurut Ibu Hj. Maslicha Hasyim, penerus generasi keempat Brintik, bumbu rawon yang dibuatnya kini tetap sama dengan resep Sang Buyut, Ibu Napsiah. Bahannya juga masih didapat dari pemasok yang sudah jadi langganan turun temurun. Semuanya punya kualitas pilihan untuk menjaga kekhasan rasa Rawon Brintik. 

Bahkan cara membuat dan memasak bumbunya pun sesuai takaran dari buyutnya tersebut. Termasuk penggunaan bahan bakar arang serta urutan daging mana yang dimasak terlebih dahulu. Daging yang digunakan adalah daging has (daging bagian dalam), tulang muda dan daging lulur (sandung lamur).

Hj.Maslicha mengatakan, buyutnya membuka warung Rawon Brintik pada tahun 1942. Awal berjualan Ibu Nafisah membuka warungnya di Jl Pertukangan Gang 3, yang kini berubah menjadi Jl Gatot Subroto. 

Pada 1964, warung berpindah ke lokasi sekarang. Brintik semakin dikenal dan pelanggannya datang dari berbagai kalangan. Uniknya, kebanyakan pelanggan setia di sini dulu adalah orang-orang keturunan Tionghoa. 

Nah dari mereka inilah nama Rawon Brintik dikenal. Menurut cerita Hj Maslicha, dulu buyut Napsiah memiliki rambut ‘Brintik’ yang dalam Bahasa Jawa berarti keriting. Pelanggan lantas sering menyebut usahanya dengan istilah Rawon Brintik. Jadilah nama tersebut yang terkenal hingga sekarang.

Rawon Brintik Saat Ini 

Hj.Maslicha bersama outranks (dok.pri)
Hj Maslicha (duduk) (c) Erny Kusumawaty/Travelingyuk

Warung Rawon Brintik tidak begitu luas. Kira-kira hanya bisa menampung 16 orang pelanggan saja. Meski begitu, usaha sederhana yang kini berusia 75 tahun itu masih tetap setia melayani pelanggan. Buka setiap hari dari pukul 05.00 sampai 16.00, Hj. Maslicha selalu dibantu oleh putra dan menantunya. 

Hj Maslicha meneruskan usaha keluarga ini sejak tahun 1997. Sebelumnya dikelola oleh Ibu Samiati yang menggantikan Ibu Napsiah. Seiring berjalannya waktu, menu makanan di sini bertambah. Selain rawon, ada Semur Daging, Kare Ayam Kampung, Ayam bumbu Rujak, Pecel dan Bali Telur. 

Satu porsi Rawon Brintik kini dibandrol dengan harga Rp27.500. Disajikan dalam piring, langsung bercampur daging rawon dan kuah serta kecambah pendek. Sambalnya sendiri ada di wadah plastik.

Jika ingin lauk tambahan, tersaji lengkap di piring lainnya. Pelanggan bisa memilih Tempe Goreng, Otak Goreng Telur, Kripik Paru, atau Telur Asin. Harganya bervariasi antara Rp1.000 hingga Rp12.500. Rawon Brintik akan terasa makin sedap dengan kerupuk sebagai pelengkap

Rawon Brintik dan lauk tambahannya (dok.pri)
Rawon Brintik dan lauk tambahan (c) Erny Kusumawaty/Travelingyuk

Masih menurut pengakuan Hj.Maslicha, warungnya sampai sekarang masih terbilang ramai meski kini banyak pesaing. Konsumennya terdiri dari para pelanggan lama, pendatang baru dan tamu wisata. 

Beberapa artis dan orang ternama kabarnya pernah singgah untuk menikmati Rawon Brintik. Sebut saja Tinton Suprapto sekeluarga, yang juga pernah secara khusus mengundangnya ke Jakarta untuk menjamu tamu Tinton.  

Saat ini Hj Maslicha mengaku belum tertarik dengan sistem penjualan online. Disamping kurang sreg dengan sistem harga, ia juga lebih suka berjualan lewat temu muka dengan pelanggan. Meski begitu, Rawon Brintik menawarkan jasa pesan-antar minimal dua porsi dan free ongkir untuk wilayah dalam kota. 

Sempat Dijiplak Warung Lain

Penampakan warung Rawon Brintik yang sederhana (dok.pr)i

Warung rawon kini bertabur di setiap sudut kota Malang. Tapi Rawon Brintik yang sederhana tetap tangguh melayani pelanggan setianya. Bahkan beberapa tak sedikit yang sampai membawa rawon dan semur daging hingga ke Singapura dan Hongkong.

Namun dibalik usaha kuliner terkenal ini, ada beberapa pengalaman menarik, berkesan, hingga tak mengenakkan. Ditemani anak dan menantunya, Ibu empat orang anak ini pun berkisah. 

Suatu saat ada seorang yang biasa membantunya, meminta ijin ingin memakai nama Rawon Brintik untuk warung yang akan dibukanya. Bermaksud membantu dan tanpa memiliki pikiran yang macam-macam, orang tersebutpun diberi ijin menggunakan brand Rawon Brintik.

Tak berapa lama, beberapa kali dirinya dikomplain tentang rawon yang berubah rasa. Setelah dirunut ternyata orang yang protes itu meminta tolong dibelikan Rawon Brintik milik Hj. Maslicha. Namun ia justru mendapatkan rawon satunya, yang punya nama identik.

“Ini pengalaman yang kurang mengenakkan hati, ” aku H Maslicah sendu. 

Hj.Maslicha Hashim (dok.pri)
Hj Maslicha Hashim (c) Erny Kusumawaty/Travelingyuk

Di lain waktu pernah Hj. Maslichah merasa tersanjung karena rasa kekeluargaan yang tercipta dengan para pelanggannya. Suatu saat ketika dirinya mengunjungi putranya di Tangerang dan Jakarta, dia bertemu dengan pelanggannya yang kini bermukim disana. Saat pamit untuk pulang ke Malang, malah dirinya diberi uang saku lumayan banyak.

“Saya terharu kok ada pelanggan sebaik itu memberi sangu jutaan,” ujarnya dengan tatapan berbinar.

Menurutnya, bukan karena jumlah uang yang diterimanya, tapi semata karena pelanggan setianya itu mengulurkan tali persaudaraan. Hj.Maslicha pun teringat kembali wejangan buyutnya, agar selalu mengedepankan pelayanan yang ramah dan kekeluargaan pada pelanggan.

Hj.Maslicha merasa tidak hanya ‘diwarisi’ kuliner legendaris dengan brand Rawon Brintik saja. Tetapi juga pentingnya menjalin rasa kekeluargaan dengan para pelanggan. Inilah salah satu kunci utama bisnis kuliner yang ditanamkan para pendahulunya, selain tetap menggunakan resep turun temurun.

Demikian menu Rawon Brintik yang tetap menggelitik lidah sejak dulu. Jadi, kapan giliran anda mencicipi nikmatnya menu legendaris ini? Jangan lupa ya, Rawon Brintik asli hanya ada di Jalan Ahmad Dachlan no 39 dan tidak buka cabang. 

Advertisement
Tags
Indonesia kuliner malang Malang Travelingyuk
Share