Uniknya Peresean, Tradisi Adu Jantan Suku Sasak Lombok

Advertisement

Jika wanita Sasak terkenal pandai menenun, para lelakinya justru dikenal punya keahlian bertarung cukup mumpuni. Hal tersebut tak terlepas dari adanya Peresean, tradisi adu jantan di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Tradisi asli Suku Sasak tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyang dan masih eksis hingga kini. Yuk Teman Traveler, kita simak apa saja sih hal menarik dari Peresean.

Seni Ketangkasan dan Uji Kejantanan

Seni uji ketangkasan (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Peresean mulanya adalah ritual memanggil hujan saat musim kemarau dan sudah dilakukan sejak Abad ke-13. Memasuki zaman kerajaan, berkembang menjadi seni bela diri untuk melatih ketangkasan, ketangguhan, serta kekuatan prajurit sebelum maju ke medan perang.

Berawal dari latihan pedang dan perisai, tradisi unik ini berkembang jadi ritual pertarungan nan mengesankan. Teman Traveler wajib menyaksikannya jika sedang jelajahi wisata di Lombok.

Dua pria sasak menunjukkan kekuatan (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

zaman dahulu, seorang lelaki belum disebut pria sejati jika tak berani adu tangkas. Oleh karena itu tradisi ini juga disebut adu kejantanan. Bukan sembarang pertarungan, karena sekaligus jadi ajang silaturahmi masyarakat Sasak.

Meskipun saling bertarung di dalam arena, dua peserta yang terlihat tetap bersaudara. Begitu adu jantan selesai, tak ada dendam sama sekali.

Dimainkan Dua Pepadu, Dipimpin Dua Wasit

Formasi pekembar tengah dan sedi (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Tradisi Peresean diikuti dua petarung yang diawasi tiga wasit terlatih. Ada beberapa istilah unik yang mungkin belum pernah Teman Traveler dengar sebelumnya. Pertama ada Pepadu, petarung yang terlibat di medan perang. Berikutnya ada pekembar, wasit yang mengatur serta mengawasi jalannya
pertandingan.

Pepadu dipilih acak oleh pekembar sedi (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Pepadu biasanya dipilih acak oleh Pekembar dari penonton. Siapapun yang terpilih harus bersedia turun ke arena. Dari aspek teknis, ada tiga kelas petarung, remaja (pemula), dewasa (bakal petarung), dan pepadu (para jawara).

Khusus untuk pemula dan remaja lawannya harus sebanding, baik dari postur maupun usia. Sedangkan untuk kelas jawara, siapapun bisa menjadi lawan.

Pekembar sedi sedang mencari pepadu untuk bertarung (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Sementara itu, tiga orang Pekembar dibagi dalam dua bagian. Satu bertugas memipin dan mengawasi area tengah, sementara dua sisanya menjadi Pekembar Sedi. Mereka yang bertugas mengawasi jalannya pertarungan dari luar arena.

Kenakan Busana Khas Sasak

Pepadu bertarung menggunakan busana sasak (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Mengusung filosofi mendalam, para Pepadu wajib mengenakan busana khas sasak. Pakaian ini terdiri dari wiron, sapuk, dan leang atau dodot. Para petarung juga wajib bertelanjang dada.

Sapuk merupakan mahkota atau kain ikat penutup kepala. Leang adalah kain songket yang dilingkarkan di pinggang seperti sabuk. Sementara wiron digunakan sebagai penutup tubuh bagian bawah. Dililitkan dari pinggang hingga atas mata kaki, dengan ujung menjuntai ke bawah.

Senjata dari Rotan dan Kulit Kerbau

Penjalin rotan sebagai senjata (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Dalam menjalani pertarungan sengit di dalam arena, dua Pepadu dibekali peralatan sederhana berupa senjata tongkat rotan dan perisai kulit kerbau. Rotan atau penjalin yang digunakan memiliki panjang sekitar 1.5 meter dengan diameter 2-2.5 cm.

Senjata tersebut dibuat sepasang dan sama panjang, besar, serta kuat. Bagian pangkaln dan ujungnya ditambahkan lilitan benang kasur. Selain agar tidak licin saat digunakan, juga bisa menghasilkan pukulan kuat.

Ende dari kulit kerbau (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Sementara itu, perisai atau tameng terbuat dari kerangka kayu maupun bambu. Dilapisi kulit kerbau yang tebal dan keras. Perisai yang juga disebut dengan istilah Ende ini berbentuk segi empat berukuran 40×60 cm.

Pepadu biasanya membawa perisai di tangan kiri dan tongkat rotan di tangan kanan. Begitu mendapat aba-aba dari Pekembar, dua Pepadu bakal siap bertarung.

Diiringi Musik dan Tarian Tradisional

Iringan musik dan tarian tradisional (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Pertarungan antar Pepadu bakal terasa makin seru dengan iringan musik dan tarian khas. Irama tradisional tersebut dilantunkan agar para Pepadu semakin bersemangat, sekaligus memancing antusiasme penonton.

Ketika pertarungan mulai memanas, Pekembar tengah biasanya akan melerai dengan aba-aba peluit dan tarian. Guna mendinginkan suasana, semua pemain juga ikut menari, sebelum pertarungan dilanjutkan kembali.

Pekembar memisahkan petarung dengan tarian (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Ada tiga jenis tembang yang dimainkan saat pertarungan, yaitu Gending Rangsang (saat mencari pepadu), Mayuang (pepadu bersedia dan siap bertarung), dan Gending Beradu (pembangkit semangat selama pertandingan). Alat musik pengiring yang digunakan berupa gendang, suling, gong, rincik, dan kanjar simbal.

Siapa Berdarah Itulah yang Kalah

Jika ada yang terluka, pertarungan langsung dihentikan (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Peresean berlangsung selama lima ronde, masing-masing dengan durasi tiga menit atau sesuai kesepakatan. Selain itu ada beberapa aturan yang harus dipatuhi pepadu.

Pertama, petarung hanya diperbolehkan memukul tubuh lawan bagian atas, termasuk kepala, pundak, dan punggung. Pihak yang berdarah dinyatakan kalah dan permainan langsung dianggap berakhir, meski yang bersangkutan masih sanggup melanjutkan.

Jika kedua petarung bertahan dan tak ada yang terluka hingga lima ronde berakhir, pemenangnya ditentukan berdasarkan raihan nila tertinggi.

Pagelaran Seni Penyambut Tamu Wisatawan

Dijadikan hiburan wisatan (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Seiring populernya budaya Lombok, Peresean menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Jika sebelumnya tradisi pertarungan ini hanya digelar untuk memperingati momen tertentu, kini Peresean juga kerap diadakan sebagai pertunjukan seni untuk menyambut para pelancong.

Tradisi unik ini umumnya diadakan di kawasan wisata Mandalika yaitu Desa Sasak Sade atau Ende, kawasan asal Suku Sasak. Tak hanya melihat pertarungan, Teman Traveler juga bisa melihat menariknya kehidupan orang Sasak dari dekat.

Itulah beberapa hal menarik Peresean. Teman Traveler jangan sampai melewatkannya jika sedang berkunjung ke Lombok. Ada banyak nilai positif yang bisa diambil dari tradisi ini. Selamat berlibur.

Advertisement
Tags
kontributor Lombok Travelingyuk wisata lombok
Share