Perbedaan Pandangan Idul Adha di Tengah Otoritas China

Advertisement

Tiongkok adalah salah satu negara dengan kekuasaannya dibawah rezim komunis dengan penganut model otokratis dimana salah satu macam gaya kepemimpinan yang paling berkuasa. Pemerintahan ini menjadi lebih kuat karena segala aspek kehidupan suatu negara diatur segalanya oleh penguasa negara. Bahkan segala sesuatu kebutuhan rakyatnya mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki semuanya diatur oleh negara. Kata lain, kebebasan individu, institusi dan organisasi tetap terintegrasi dengan pemerintah.

Idul Adha digelar di salah satu masjid di China. Foto via Liputan6.com

Sejak tahun 1949 negara China ini menganut model kepemimpinan otoriter hingga sekarang. Terlebih masalah keagamaan, negara selalu ada untuk memenuhi kebutuhan religi warganya. Nah, meski segalanya diatur oleh pemerintah, pihak pemerintah juga menyediakan fasilitas kegiatan yang memadai seperti takmir, imam, dan khatib meskipun banyak masjid di Thiongkok banyak yang ditutup akibat pandemi.

Hingga sekarang, wilayah China masih belum ditemukan sholat Id berjamaah di area terbuka ataupun takbir keliling seperti yang banyak dijumpai di Hongkong dan Taiwan. Ritual keagamaan ini seringkali digelar dirumah rumah ibadah yang disediakan oleh pemerintah China. Untuk warga Indonesia biasanya melakukan sholat Id di kantor-kantor perwakilan pemerintahan RI di Beijing, Shanghai, dan Guangzhou. Tempat ini menjadi pusat berkumpulnya warga negara Indonesia ketika berkunjung ke China dan menjadi tempat kegiatan keagamaan.

KBTRI di China gelar sholat Idul Adha. Foto via sumatratimes.com

Di China sendiri memiliki badan Asosiasi Islam China (CIA) yang mengatur segala kegiatan islamiah diseluruh pelosok China. CIA ini berkantor di Masjid Niujie Beijing yang berfungsi seperti Majelis Ulama Indonesia yang berkuasa menentukan jadwal keagamaan Islam termasuk penetapan Idul Fitri dan Idul Adha. Namun, CIA tidaklah terikat penuh sampai detail seperti syar’i dan dogmatis.

Selama pandemi, perayaan Idul Adha di tanah Thiongkok harus mematuhi pemerintah termasuk protokol kesehatan berdasarkan kategori zona resiko. CIA memastikan adanya perbedaan Idul Adha 1443 Hijriah di berbagai daerah, ada yang Sabtu, tepatnya tanggal 9 Juli 2022, namun ada pula yang Minggu tanggal 10 Juli 2022. Disalah satu masjid yang diyakini terdapat makam sahabat rosulullah SAW ini sholat Idul Adha digelar dalam dua putaran. Putaran pertama pukul 07.30 hin gga 08.00 waktu setempat dan putaran kedua pukul 09.00 hingga 09.30.

Idul Adha di China digelar dua kali putaran. Foto via antaranews.com

Tidak hanya di tempat peribadatan seperti masjid, namun beberapa asosiasi Islam diberbagai tempat seperti di Huadu dan Nansha, yang digelar sama seperti di Masjid Xianxian dengan dua kali putaran yang dimulai pukul 07.30. Perbedaan ini dapat dirasakan di Beijing yang tidak direkomendasikan menggelar sholat Idul Adha dengan alasan pandemi sejak awal Januari 2022.

Identik Idul Adha adalah ritual pemotongan hewan qurban. Hal ini menjadi larangan penuh diseluruh penjuru tanah Thiongkok. Larangan ini memiliki alasan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Lalu muncul berbagai pertanyaan dari warga dan netizen, kenapa Idul Adha dinegara otoriter ini berbeda? Bukannya keputusan penuh ada ditangan pemerintah?

Guerbang Jie salah satu minoritas etnis yang mengutamakan tradisi seperti Idul Adha. Foto via okezone.com

Idul Adha ini sifatnya lebih ke tradisi dibanding dengan Idul Fitri. Tradisi ini di China dinamakan Guerbang Jie. Guerbang Jie ini semacam tradisi dan budaya bagi etnis minoritas Hui dan etnis-etnis minoritas Muslim lainnya di China. itulah kenapa sebagian besar warga setempat yang mayoritas tidak beragama lebih mengenal Guerbang Jie.

Advertisement
Tags
budaya china Idul Adha otoritas Ritual Keagamaan
Share