Intip Filosofi Kue Apem, Jajanan Khas Jawa yang Rasanya Tak Pernah Mengecewakan

Advertisement

Kekayaan kuliner Indonesia memang tidak perlu diragukan lagi. Dari Sabang sampai Merauke banyak makanan memiliki cita rasa unik yang membuat siapapun jatuh cinta. Menariknya, beberapa makanan di tanah air memiliki arti tersendiri. Termasuk kue apem jajanan Nusantara yang rasanya tak pernah mengecewakan. Lalu apakah filosofi kue apem yang selama ini sering kita makan? Berikut ulasan dari Kontributor Travelingyuk, Rizky Nusantara.

Asal Usul Istilah Apem

Kue Apem
Kue Apem (c) Rizky Nusantara/Travelingyuk

Teman Traveler pasti tak asing lagi dengan kue tradisional ini. Kata Apem ternyata berasal dari bahasa arab yaitu afuan atau afuwwun yang memiliki arti ampunan. Secara tidak langsung, apem adalah sebuah simbol bagi masyarakat Jawa untuk meminta ampunan. Harapan-harapan agar diampuni dari segala kesalahan dan dosa.

Tradisi yang Menggunakan Apem

Pembuat kue apem
Pembuat kue apem (c) Rizky Nusantara/Travelingyuk

Dari filosofi kue apem maka muncullah di masyarakat Jawa sebuah tradisi yang bernama megengan. Tradisi ini hampir dilakukan oleh seluruh masyarakat Jawa menjelang bulan Ramadhan. Atau dalam kalender Jawa bernama rumah. Dalam bahasa Jawa, megengan diartikan sebagai menahan diri atau lebih tepatnya mempunyai makna puasa.

Di beberapa daerah di Jawa, apem yang dibuat untuk acara megengan akan dibawa ke masjid. Kemudian, beberapa warga berkumpul dan melakukan doa bersama. Lalu, kue tersebut dibagikan untuk dimakan dan dibagikan kepada warga yang tidak mampu. Sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Tuhan.

Tradisi Apeman di Berbagai Kota

Mempunyai filosofi dan makna kuat
Mempunyai filosofi dan makna kuat (c) Rizky Nusantara/Travelingyuk

Di setiap kota punya tradisi sendiri. Seperti di Jogja, kue ini digunakan saat prosesi Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan kenaikan tahta. Di Cirebon, apem ditandai sebagai makna kebersamaan. Kue tersebut dibuat pada bulan Safar dan dibagikan secara gratis kepada tetangga.

Filosofi Apem
Filosofi Apem (c) Travelingyuk/Asnan Affandi

Kalau dihitung mundur. Filosofi kue apem ini sudah hadir di zaman Sunan Kalijaga. Setelah pulang dari ibadah haji, sunan melihat Desa Jati Anom kelaparan. Kemudian, sunan membuat apem dan mengajak mereka mengucap dzikir bersama.

Apem Masa Kini

Biasa untuk upacara adat
Biasa untuk upacara adat (c) Rizky Nusantara/Travelingyuk

Kue tradisional ini kini memang sulit untuk ditemui, lantaran kurang begitu diminati. Teman Traveler yang ingin mencoba cita rasanya bisa mengunjungi pasar tradisional. Di Jogja, ada pasar Sentul dan pasar Beringharjo. Jika di Solo, ada pasar Gedhe. Sementara di Semarang bisa ke Pasar Johor.

Bagaimana dengan Teman Traveler, sering menyantap kue tradisional ini? Atau punya tradisi lain yang menggunakan jajan ini sebagai hidangan? Akan makin nikmat jika mengetahui pula filosofi kue apem sebelum menyantapnya. Setuju, kan?

Advertisement
Tags
Indonesia Jogja kuliner Indonesia Kuliner Nusantara semarang Solo Travelingyuk
Share