Kekayaan budaya Bali sudah terkenal sampai ke penjuru dunia, tetapi tidak semua sudah diketahui oleh publik. Terdapat beberapa adat istiadat yang sekiranya dianggap unik oleh masyarakat di luar Pulau Dewata. Seperti yang dijalankan di Desa Bayung Gede, Kintamani, Bangli, Bali. Mereka menggantung ari-ari bayi!
Bayung Gede terletak bersebelahan dengan Desa Panglipuran yang sudah populer sebagai tujuan wisata. Walaupun demikian, belum banyak pelancong yang singgah ke Desa Bayung Gede. Padahal ada banyak hal menarik di sini? Mau tahu apa saja? Simak ulasan berikut, ya.
Singgah di Desa Bayung Gede

Jika kamu memulai perjalanan dari Kuta, membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan untuk menuju tempat ini. Di sini tidak diberlakukan tiket masuk karena memang ini adalah desa yang belum dikelola untuk kegiatan pariwisata. Namun, sudah ada juga operator tour bersepeda yang melewati rute ke Desa Bayung Gede.

Keunikan Gantungan Ari-ari Bayi


Berkeliling menyusuri Desa Bayung Gede akan membawa kamu ke satu kawasan bertulisan Setra Ari-ari. Mungkin awalnya kamu akan bingung ada apa di sini? Mengapa banyak batok kepala bergantungan di pohon?
Nah, setra sendiri dalam Bahasa Bali berarti kuburan. Uniknya di desa ini terdapat kuburan khusus ari ari. Barangkali yang dibayangkan Teman Traveler adalah ari-ari yang dikubur di dalam tanah, bukan? Namun, ternyata ari-ari di sini tidak ditanam, melainkan digantung di pohon.

Ari-ari dimasukkan ke dalam batok kelapa dan diberi nama. Barulah kemudian digantung, akan tetapi bukan di sembarang pohon melainkan jenis bungkak. Ternyata hal ini memiliki tujuan khusus yaitu agar ari-ari dapat melindungi dan memelihara bayi tersebut secara magis. Supaya terhindar dari gangguan makhlus halus.
Kemudian untuk waktu saat meletakkan ari-ari pun tidak bisa sembarangan. Harus di pagi atau sore hari dan yang terpenting tidak boleh dilakukan saat matahari terbit.
Hukum Desa Adat Lainnya

Selain gantungan ari-ari, Bayung Gede terkenal dengan banyak aturan adat atau yang dikenal dengan sebutan awig-awig. Di antaranya melarang poligami dengan cara yang unik yaitu bagi pasangan yang berpoligami harus tinggal di tempat khusus yaitu karang memadu.
Tempat ini terpisah dari perkampungan dan bisa dibilang tinggal di sini cukup menyiksa. Merek juga akan dikucilkan dari desa terutama untuk perempuan istri muda yang dipoligami.
Keunikan lainnya adalah yang tinggal di rumah desa ini adalah anak bungsu. Sebab peraturan adat mengatakan bahwa kepemilikan rumah diperuntukan bagi anak bungsu. Sehingga mau tidak mau anak sulung harus angkat kaki jika sang bungsu sudah menikah.
Mengelilingi Desa Bayung Gede, kalian juga akan melihat banyaknya lahan perkebunan beragam buah-buahan dan sayuran. Tidak heran, sebab mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani.

Masih ada lagi keistimewaan Desa Bayung Gede yaitu bentuk rumah tradisional. Tempat ini masih terjaga dari ratusan tahun lalu bahkan lebih tua dari bangunan yang ada di Desa Panglipuran, loh. Bayung Gede memang sangat mencerminkan desa kuno Bali dengan segala aturan adat yang mengikatnya.

Mengenal lebih dekat ragam budaya Nusantara memang selalu menarik, bukan? Bila Teman Traveler berwisata di Bali, jangan lewatkan untuk mengunjungi Desa Bayung Gede, ya.