Yo Ayo Moyo, Surga Tersembunyi di Sumbawa

Advertisement

Perjalanan “Yo Ayo Moyo” bersama tiga orang teman saya pada 1 September 2017 meninggalkan kesan yang begitu indah. Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa menyimpan begitu banyak pesona alam yang tak luput dari decak kagum penikmatnya.

Pulau Moyo menawarkan pengalaman wisata yang begitu pribadi, sangat cocok bagi pekerja yang ingin “kabur” sebentar dari rutinitas yang menjerat. Akses yang tidak mudah pasti akan menjadi pertimbangan bagi sebagian orang yang maunya serba gampang. Ini juga yang membuat Pulau Moyo “sepi” sehingga menjadi tujuan bagi manusia petualang.

Transportasi ke Pulau Moyo

Pulau Moyo berada di Utara Pulau Sumbawa dan termasuk wilayah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sebelum sampai di Pulau Moyo, kita harus melakukan perjalanan ke Sumbawa Besar dengan perjalanan darat. Perjalanan dimulai dari Bandara Lombok International Airport (LIA) ke Pelabuhan Kayangan dalam waktu dua jam menggunakan taksi.

Setibanya di pelabuhan, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan bis untuk menyeberang selama dua jam menuju pelabuhan Pototano Sumbawa. Untuk menghemat biaya, lebih baik traveler menggunakan damri atau bis dari bandara LIA menuju Sumbawa Besar dan memesannya dari jauh hari. Pemesanan dapat dilakukan melalui Perum Damri dengan nomor (0370) 671240; 087865822700; 081337850056; & 081918488434.

Kapal berlabuh di pelabuhan Pototano Sumbawa dan perjalanan pun dilanjutkan menuju Sumbawa Besar selama dua jam. Sesampai di terminal, kami singgah di mushola untuk sekedar membasuh muka dan solat subuh. Selanjutnya kami menuju hotel Garuda (hasil pencarian di Traveloka.com) yang beralamat di Jalan Garuda No.41, Lempeh, Kec. Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat menggunakan angkot.

Posisi hotel Garuda cukup strategis karena berada di pinggir jalan besar dan dekat dengan bandara Sultan Muhammad Kaharuddin III Airport. Fasilitas hotel mumpuni dengan double bed, kamar mandi dalam, televisi, dan AC. Entah karena memang atau bertepatan dengan hari Iedul Adha, suasana Sumbawa kala itu cukup lengang dari kegiatan masyarakat. Hanya segelintir orang yang berlalu lalang melintasi jalanan.

Sekitar pukul 08.30 WITA, kami memesan ojek melalui kenalan pemilik hotel dan berangkat menuju Muara Kali. Dari Muara Kali lah perjalanan ke Pulau Moyo dimulai. Untuk mencapai Pulau Moyo, kami harus menyebrangi lautan selama lebih kurang dua jam menggunakan perahu motor nelayan. Warga sekitar Muara Kali memanfaatkan peluang wisata dengan menyewakan perahu dan membuka jasa perjalanan kepada wisatawan yang ingin berkeliling Pulau Moyo.

Perahu motor yang kami sewa  ini dilengkapi dengan life jacket dan seperangkat alat menyelam. Yang paling penting, perahu dikendalikan oleh seseorang yang sangat berpengalaman dan memahami seluk beluk aliran Pulau Moyo. Jadilah kami akan diantar mengelilingi setiap sudut keindahan Pulau Moyo.

Perahu Motor Nelayan (c) Athika Sri A
Perahu Motor Nelayan (c) Athika Sri A

Pulau Moyo

Terombang-ambing selama dua jam di lautan lepas tanpa melihat satu pun makhluk hidup yang melintas membuat kami merasakan semilir angin bergerak menyentuh kulit. Singgah pertama di Pantai Tusuk Jarum memberikan kesan yang cukup baik. Tepatnya berbanding lurus dengan apa yang kami bayangkan. Buru-buru kami turun dari perahu dan berjalan menelusuri sekitaran pantai. Sesekali kami lihat monyet yang berkeliaran di antara pepohonan yang tak jauh dari bibir pantai. Pasir yang putih bersih bak gula halus siap kami nikmati. Setelah beberapa kali mengabadikan momen, kami pun beranjak menuju Air Terjun Mata Jitu. Destinasi utama yang katanya cukup terkenal karena Lady Diana dan beberapa pesohor dunia pernah menikmati keindahannya.

Pantai Tusuk Jarum (c) Athika Sri A
Pantai Tusuk Jarum (c) Athika Sri A

Perahu menepi di desa Labuan Aji yang penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Desa Labuan Aji ini menjadi gerbang masuk menuju lokasi-lokasi “petjah” di dalam Pulau Moyo. Salah satu yang kami kunjungi adalah Air Terjun Mata Jitu. Untuk sampai ke Mata Jitu, kami harus menyewa ojek karena butuh waktu 30 menit untuk sampai dan melewati hutan-hutan serta jalanan yang super off road. Para ojek ini hanya menggunakan motor biasa dan berbagi cerita jika selama mereka mengantar wisatawan, selalu aman dan selamat biarpun jalannya sedikit mendebarkan. Hebaaaat!!!!

Sampai di tempat pemberhentian, para ojek akan menunggu dan selanjutnya kami disambut pemandu yang akan mengantar menuju Mata Jitu yang masih berjarak sekitar 100 meter. Gemericik air mulai terdengar dan akhirnya tibalah di Mata Jitu. Sambutan air biru kehijauan di antara bebatuan berundak begitu mendamaikan hati. Dua orang teman saya memutuskan untuk berenang menikmati kesegaran Mata Jitu. Wahhhhhh, sungguh kenikmatan yang hakiki. Bagi traveler yang mengunjungi Pulau Moyo, sangat disarankan untuk membawa baju ganti karena wisata bahari yang disuguhkan.

Air Terjun Mata Jitu (c) Athika Sri A
Air Terjun Mata Jitu (c) Athika Sri A

Setelah puas menikmati keindahan Mata Jitu dan beberapa kali mengabadikan citra, kami balik ke tempat pemberhentian awal dan kembali ke desa Labuan Aji. Ternyata mengunjungi beberapa lokasi di Pulau Moyo membuat kampung tengah kami berontak. Jadilah kami memutuskan untuk makan bakso yang dijual oleh penduduk desa Labuan Aji.

Salah satu rumah di desa Labuan Aji
Salah satu rumah di desa Labuan Aji (c) Athika Sri A

Perjalanan berlanjut dari Labuan Aji menuju Takat Sagele. Takat Sagele seperti bukit yang muncul di permukaan laut. Terbentuk dari gundukan terumbu karang, koral mati dan pasir. Kata bapak yang mengantar kami, Takat Sagele adalah tempat snorkling yang apik untuk dicoba. Tanpa pikir panjang, kami pun langsung mengenakan pelampung, kacamata renang, alat bantu napas snorkling, dan sepatu snorkling untuk menjelajahi keindahan karang dan ikan-ikan di Takat Sagele.

Takat Sagele (c) Athika Sri A
Takat Sagele (c) Athika Sri A

Tak terasa senja mulai datang dan menemani perjalanan kami menuju Muara Kali. Perjalanan satu hari penuh ini sangatlah berkesan. Saya yakin teman-teman saya juga meng-amin-kannya. Menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih sangatlah membahagiakan. Kalimat yang mampu meresap ke dalam jiwa. Memberikan energi positif untuk melanjutkan aktivitas rutin setelahnya.

Semacam pengisian ulang daya baterai. Perjalanan ini memang milik kami tetapi semangat untuk menjelajahi setiap sudut keindahan Indonesia adalah milik kita semua. Langit senja berganti hitam pekat bertabur bintang, sesaat perahu kami tiba di Muara Kali. Perahu menepi dan kami harus berpisah kepada keindahan Pulau Moyo.

Langit Senja menuju Muara Kali (c) Athika Sri A
Langit Senja menuju Muara Kali (c) Athika Sri A

Suasana malam di pinggiran Muara Kali ramai dengan manusia yang berduduk ria sambil bercengkrama satu sama lain. Kepulan asap dari hasil laut yang dibakar mengeroncongkan perut kami sekali lagi. Akhirnya kami menutup malam dengan menyantap ikan laut khas Sumbawa yang begitu lezat. Semoga perjalanan akan terus berlanjut bagi para petualang!

Biaya yang dikeluarkan selama perjalanan:

  1. Tiket Surabaya – Lombok : Rp.366.700/orang
  2. Bandara LIA – pelabuhan Kayangan (taksi) : Rp.300.000/mobil (*disarankan untuk menggunakan damri atau bis dan memesannya H-1 perjalanan karena lebih murah).
  3. Bis dari pelabuhan Kayangan – Sumbawa Besar : Rp.100.000/orang
  4. Angkot ke hotel Garuda : Rp.10.000/orang
  5. Hotel Garuda (satu malam) : Rp.165.000/kamar
  6. Ojek ke Muara Kali : Rp.10.000/orang
  7. Perahu keliling Pulau Moyo : Rp.1.200.000/4 orang (diantar mengelilingi Pulau Moyo (sesuai negosiasi dan rekomendasi dari pemilik perahu. Bisa menghubungi bang Ian: 0852-3857-5444. Beliau akan membantu mencarikan perahu motor nelayan yang harganya terjangkau).
  8. Ojek ke Air Terjun Mata Jitu : Rp.100.000/orang (pasti naik ojek karena jarak tempuh sekitar 30 menit menuju Air Terjun cukup jauh)
  9. Makan dan lain-lain (selama perjalanan ke Pulau Moyo) : Rp.150.000/orang
  10. Ojek Muara Kali – Hotel : Rp.5.000/orang.
Advertisement
Tags
Travelingyuk yo ayo moyo
Share