Menyimak Sejarah Ketupat, Makanan Khas Lebaran Indonesia

Advertisement

Ketupat merupakan hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras dan dibungkus anyaman daun kelapa muda (janur). Indonesia memiliki beragam varian menarik, seperti Kupat Tahu (Sunda), Katupat Kandangan (Banjar), Kupat Glabet (Tegal), dan lain sebagainya. Usut punya usut, sejarah ketupat Indonesia ternyata cukup menarik.

Di Indonesia ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran. Seolah jadi makanan yang wajib ada saat momen Hari Raya. Tak banyak yang tahu bahwa sejarah ketupat di Indonesia ternyata lumayan panjang dan ada banyak makna penting mengiringinya. Berikut adalah penuturan menarik dari kontributor Travelingyuk, Ariyanti Dwi Kumalasari.

Jimat Penolak Bala

Ketupat dianggap penolak bala
Ketupat dianggap penolak bala (c) Shutterstock

Zaman dahulu ketupat ternyata bukan makanan khas Lebaran. Awalnya ketupat malah dijadikan sebagai benda yang sangat sakral. Masyarakat lawas menganggapnya sebagai simbol penolak bala.

Ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Di Pulau Bali, ketupat (bahasa Bali: tipat) sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Barulah sekitar abad ke-15 Agama Islam mulai diperkenalkan di Indonesia dan tradisi ketupat mengalami pergeseran.

Sarana Dakwah

Dipopulerkan Sunan Kalijaga
Dipopulerkan Sunan Kalijaga (c) Shutterstock

Raden Mas Said atau biasa dikenal sebagai Sunan Kalijaga adalah sosok yang mempopulerkan tradisi makan ketupat. Salah satu anggota Wali Songo tersebut kerap menggunakan unsur senian dan budayaan sebagai media dakwah. Cara tersebut sangat efektif memperkenalkan nilai-nilai Islam pada masyarakat.

Asimilasi budaya dan keyakinan akhirnya menggeser kesakralan ketupat menjadi tradisi Islami. Alhasil makanan berbahan beras tersebut menjadi sajian yang kerap ada saat umat Islam merayakan Lebaran.

Simbol Saling Memaafkan

Ilustrasi saling memaafkan
Ilustrasi saling memaafkan (c) Shutterstock

Ketupat atau biasa disebut Kupat oleh masyarakat Jawa dan Sunda merupakan gabungan dari dua suku kata, yakni ngaku dan lepat yang artinya mengakui kesalahan. Dengan saling bersilaturahmi dan memakan ketupat saat Lebaran, umat muslim diharapkan bisa saling memaafkan dan melupakan kesalahan masing-masing.

Dalam ajaran Islam, Rasulullah SAW juga secara khusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan. Tradisi sungkeman yang masih dilestarikan sampai saat ini pun juga merupakan implementasi dari simbolisasi tersebut. Sungkeman mengajarkan betapa pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, dan memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

Kesucian Lahir Batin

Populer saat lebaran
Populer saat lebaran (c) Shutterstock

Janur pembungkus ketupat juga memiliki makna filosofis tersendiri. Beberapa pihak mengartikan Janur sebagai kepanjangan dari Sejatine Nur (cahaya), perlambang kondisi manusia dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) selama bulan Ramadhan.

Ada juga yang menyebut Janur merupakan kepanjangan dari Jatining Nur (hati nurani). Secara filosofis, beras yang dimasukkan kedalam anyaman ketupat, diibaratkan sebagai nafsu duniawi. Sehingga ketupat juga dapat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.

Simbol Arah Kiblat

Ka'bah
Ka’bah (c) Shutterstock

Ketupat terdiri dari empat sisi (persegi) dan masing-masing memiliki makna tersendiri. Ada yang memaknainya sebagai simbol empat penjuru mata angin (utara, selatan, timur, barat), sehingga disebut Kiblat Papat Limo Pancer. Artinya, ke arah mana pun manusia pergi, tidak boleh melupakan pancer (arah) kiblat (shalat).

Namun ada juga yang menyebut ketupat sebasimbol Laku Papat (empat perilaku/tindakan), yakni :

– Lebaran, berasal dari kata lebar yang bermakna selesai atau usai. Yakni pertanda bahwa perjuangan kita untuk berpuasa selama sebulan penuh (Ramadhan) telah usai.

– Luberan, berasal dari kata meluber atau melimpah. Dimaksudkan untuk mengingatkan umat muslim bersedekah dan menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat fitrah. Pengeluaran zakat fitrah menggambarkan wujud kepedulian terhadap sesama muslim.

– Leburan, berasal dari lebur yang berarti habis atau musnah. Dalam hal ini, umat muslim dianjurkan untuk saling maaf-memaafkan untuk meleburkan segala kesalahan atau kekhilafan yang pernah diperbuat.

– Laburan, berasal dari kata labur yang bermakna batu kapur. Batu kapur yang berwarna putih diibaratkan bahwa manusia akan berupaya untuk kembali fitrah (suci) setelah berpuasa sebulan penuh. Selain itu, dimaksudkan supaya manusia juga senantiasa menjaga kesucian lahir dan batin.

Itulah tadi sekilas mengenai sejarah ketupat Indonesia. Terlepas dari semua itu, sebagai umat muslim kita juga harus meyakini bahwa sikap saling maaf-memaafkan tidak hanya dilakukan saat tradisi makan ketupat atau Lebaran saja.

Advertisement
Tags
Share