Teman Traveler pernah berkunjung ke Observatorium Bosscha yang ada di Lembang, Bandung Barat? Tempat peneropongan bintang yang ada di film Petualangan Sherina era 90-an lalu? Jika pernah, mari sama-sama berwisata dan berkunjung, napak tilas ke Rumah Bosscha di Pangalengan. Yaitu rumah tinggal dari Karel Albert Rudolf Bosscha, sosok di belakang berdirinya Peneropongan Bintang Bosscha yang hidup di kawasan Bandung, antara 1887 hingga 1928. Seorang Belanda yang kaya-raya dan dermawan. Seperti apa tampilan rumahnya sekarang?
1. Sejarah Bosscha
Karel Albert Rudolf Bosscha merupakan putra seorang Fisikawan Belanda, Prof. Dr J Bosscha Jr, yang lahir pada 15 Mei 1865 di Belanda. Ia datang ke Indonesia, berlayar ke Jawa pada 1887. Saat itu usianya 22 tahun. Sesampainya ke Indonesia, ia bekerja di perkebunan teh milik pamannya. Hingga akhirnya pada 1896, Bosscha membangun perkebunan tehnya sendiri di kawasan Malabar, Pangalengan, Bandung Selatan. Namanya adalah Perkebunan Teh Malabar.
Usahanya cukup sukses. Selama 32 tahun menjadi pengelola, perkebunan teh miliknya berkembang hingga memiliki dua pabrik teh dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar internasional. Dari hasil perkebunan tehnya inilah, Bosscha menyumbang dana ke berbagai yayasan pendidikan di sekitar Bandung, termasuk untuk pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng (ITB sekarang) dan membuat peneropongan bintang, yang sekaligus merupakan keinginannya.
Bersama kolega, Bosscha sendirilah yang membeli Teleskop Refraktor Bamberg dan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss yang pada masa itu harganya sangat mahal. Ia langsung membelinya dari Jerman. Sayang, sebelum dapat melihat bintang, pada 26 November 1928 Bosscha sudah lebih dulu meninggal. Ia dimakamkan di sekitar kawasan perkebunannya di Malabar; sesuai dengan permintaannya.
2. Rumah Peninggalan Boscha
Rumah Bosscha di Pangalengan, berada di kawasan Argowisata Unit Malabar PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung Selatan. Sebagai rumah dari saudagar teh, pekarangan yang dimiliki rumah ini sangat luas. Berada di ketinggian 1550 mdpl, hawa di sekitar rumah meneer, sejuk sekali.
Bangunan yang ditinggali Bosscha selama di Indonesia, kental dengan gaya arsitektur Belanda.
Langit-langit di rumah bersejarah ini cukup rendah, sehingga di tengah udara dingin, suhu ruangan tetap hangat. Hampir seluruh isi furniture yang ada di sini merupakan asli peninggalan Meneer Bosscha dari abad 18-19. Semua masih terawat dengan baik, termasuk piano tua yang ada di dalamnya.
3. Terdapat Makam Bosscha di Kawasan Kebun Teh Malabar
Mengunjungi rumah Bosscha di Pangalengan, tidak lengkap tanpa jalan-jalan ke perkebunan tehnya. Sama-sama menjadi saksi bisu keberadaan KAR. Bosscha di zaman dulu, letak antara keduanya berdekatan. Setelah dari rumah yang bersejarah tersebut, Teman Traveler hanya perlu waktu 10 menit untuk sampai di gerbang utama Perkebunan Teh Malabar.
Tidak ada yang berbeda dari perkebunan teh dengan luas 2.022 hektare ini. Layaknya perkebunan teh, Teman Traveler akan melihat hamparan luas daun teh berwarna hijau yang diselimuti kabut dingin dan titik-titik air. Namun, ada satu yang istimewa.
Di sini, terdapat makam Sang Pemilik Perkebunan; Bosscha. Sesuai permintaan terakhirnya, Bosscha dimakamkan di perkebunan teh. Rumah abadinya berada di tengah hutan kecil di perkebunan teh; berbentuk kubah dengan tiang penyangga.
4. Lokasi Rumah Bosscha
Jika tertarik dan ingin berwisata sejarah, napak tilas ke Rumah Bosscha di Pangalengan, Teman Traveler harus melakukan perjalanan sekitar 53 Km dari pusat Kota Bandung. Perjalanan menggunakan kendaraan akan menghabiskan waktu sekitar 2 jam 6 menit. Kemudian, dari arah Terminal Pangalengan ke Perkebunan Teh Malabar, jaraknya kurang lebih 7 sampai 8 Km dengan waktu tempuh sekitar 22 menit.
Jadi, kapan napak tilas, berwisata sejarah ke Rumah Bosscha di Pangalengan? Jangan khawatir soal penginapan, karena di kawasan ini ada beberapa yang bisa dipilih. Selain berwisata sejarah, di Pangalengan, Teman Traveler juga bisa menikmati pemandangan di Situ Cileunca. Jadi mau ajak siapa, nih?