Saat libur panjang atau akhir pekan, pecinta alam bebas banyak yang menghabiskan waktunya dengan mendaki gunung. Menjadi kebanggaan tersendiri, bisa mencapai puncak tertinggi dan menguji kemampuan. Tidak heran jika di hari-hari tertentu, banyak pendaki membanjiri gunung-gunung di Indonesia.
Selain butuh tenaga yang kuat, pendaki harus paham tentang aturan-aturan selama berada di kawasan pegunungan. Mulai dari jam untuk menyusuri jalur pendakian hingga larangan yang bersifat penting. Salah satunya memainkan handphone yang sinyalnya berpotensi memancing petir untuk menyambar saat di luar ruangan. Berita duka datang dari Wonosobo, 11 pendaki tersambar petir dan 3 di antaranya meninggal dunia.
Dengan membangun bivak, yaitu tempat perlindungan darurat yang dibangun di dekat tower Nganjil, 11 pemuda tersebut berlindung dan menunggu hujan reda sambil bermain ponsel. Namun, nahas, aktivitas tersebut malah membuat mereka tersambar petir. Dari belasan orang, 3 diantarannya tewas, dan yang lainnya luka-luka bakar.
Adapun nama korban yang tewas adalah Deden Hidayat (30) warga Depok, Aditya Agung D (29) dan Adi Setiawan (30) warga Duren Sawit, Jakarta Timur. Korban yang tewas sudah diantarkan ke rumah duka dengam ambulans. Sedang korban luka-luka dirawat inap. Ada 2 yang mengalami luka bakar serius.
“Korban Danang mengalami luka bakar di bagian punggung dan leher,” jelas Zulhawari Agustianto, perwakilan dari Humas Kantor Basarnas Jateng. Selain Danang, Saiful Ulum (31) asal Kendal juga harus dirawat intensif. Sebagian pasien yang dirawat inap berharap bisa dipindahkan ke rumah sakit yang lebih dekat dengan tempat tinggal.
Dari tragedi di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa bermain ponsel saat hujan deras. Ini bukan kasus pertama. Kejadian serupa juga terjadi pada anak kecil di Nganjuk. Bagaimana, masih berani?