Serunya Mebuug Buugan, Ritual Mandi Lumpur Pasca Nyepi

Advertisement

Salah satu keunikan Bali bisa dirasakan saat Hari Raya Nyepi, di mana Pulau Dewata mendadak sunyi dan gelap. Ada banyak acara adat yang bisa Teman Traveler saksikan, mulai dari sebelum Nyepi hingga sesudahnya. Tepat pada Hari Ngembak Geni atau sehari sesudah Nyepi, salah satu ritual unik yang pantang dilewatkan adalah Mebuug Buugan.

Keunikannya membuat banyak wisatawan tertarik untuk merasakan suasana tersebut. Jauh dari kata bosan, bahkan ada banyak hal menarik yang terjadi. Seperti apa ritual yang satu ini?

Ritual Mandi Lumpur

Warga yang terlibat dalam ritual mandi lumpur (c) Helga Christina/Travelingyuk

Ritual Mebuug Buugan atau mandi lumpur dilaksanakan di Desa Adat Kedonganan, Bali. Tradisi ini sudah berlangsung sejak 1920-an. Penyelengaraannya sempat terhenti sejenak karena erupsi Gunung Agung di 1963 dan tragedi tahun 1965. Namun sejak 2015, ritual unik ini mulai dihidupkan kembali.

Mebuug Buugan dimaksudkan sebagai simbol pembersihan diri, sekaligus membawa pesan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Meski tergolong ritual tradisional, wisatawan domestik maupun mancanegara diperkenankan terlibat di dalamnya.

Sara, wisatawan asal Jerman (c) Helga Christina/Travelingyuk

Ini adalah kali kedua saya mengikuti ritual mandi lumpur. Di kesempatan kali ini saya mengajak seorang teman bernama Sara, wisatawan asal Jerman. Ia sengaja berkunjung ke Bali untuk merasakan sensasi Hari
Raya Nyepi.

Sebelumnya kami sempat juga merasakan atmosfer Nyepi di Ubud. Sama sekali tidak terasa membosankan karena ada banyak acara yang bisa dinikmati.

Kenakan Pakaian Adat Bali

Berkumpul di sekitar catuspata (c) Helga Christina/Travelingyuk

Semua orang diperkenankan ikut dalam ritual ini. Syaratnya hanya ada satu dan tidak terlalu sulit. Cukup mengenakan pakaian adat ringan Bali (dilapisi sarung).  

Pukul 16.00, kami berkumpul di catuspata (perempatan di Bali dengan tugu di tengahnya-red) Desa Adat Kedonganan. Di sana sudah berkumpul ratusan orang untuk mengikuti ritual Mebuug Bugan.

Panitia memberikan arahan (c) Helga Christina/Travelingyuk

Berikutnya, kami bersama peserta lain lantas berjalan kaki menuju hutan mangrove. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 15 menit. Setelah sampai, peserta diminta berdoa dan diberikan arahan dari panitia.

Serunya Bermain Lumpur

Perang Lumpur (c) Helga Christina/Travelingyuk

Muda hingga tua, semua antusias mengikuti ritual ini. Para peserta dipersilahkan turun satu persatu ke hutan mangrove, hingga akhirnya sampai di gundukan lumpur. Dengan cepat, serunya perang lumpur terjadi. Tidak memandang status, semua pasti kena. Baju hingga muka, dipastikan akan tampak hitam legam.

Peserta cilik di ritual mandi lumpur (c) Helga Christina/Travelingyuk

Setelah semua peserta berlumur lumpur, kami diminta naik dan berjalanan menuju Pantai Kedonganan. Di sana kami membasuh diri dengan air pantai, sebagai simbol diri kita telah bersih dari segala hal buruk.

Membersihkan diri di pantai (c) Helga Christina/Travelingyuk

Sara mengatakan ritual ini sangat menarik dan menyenangkan. Masyarakat desa bisa berbaur dengan wisatawan. Asyiknya lagi, setelah puas bermain lumpur, kita bisa langsung menikmati jajanan khas Bali yang sudah disediakan panitia.

Bagaimana Teman Traveler, seru bukan ritual Mebuug Buugan? Jika kalian tertarik berpartisipasi, jangan sampai membawa tas, barang berharga, atau barang lain yang tidak tahan air. Selain itu, tentunya jangan sampai lupa membawa baju ganti. Selamat berlibur!

Advertisement
Tags
Bali Indonesia kontributor mebuug buugan Travelingyuk wisata bali
Share