Kelenteng Eng An Kiong, Jejak Budaya Tionghoa di Kota Malang yang Berusia Ratusan Tahun

Advertisement
b_d4445a07_be12_430e_9bc4_3913deac59d8__2__day.jpg
Bangunan Kelenteng Eng An Kiong didominasi warna merah dan emas
(c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Banyak yang mengira bahwa liburan hanya bisa dilewatkan dengan pergi ke tempat wisata seperti pantai, gunung, atau wahana bermain. Ternyata pemikiran itu hilang setelah saya bersama teman kuliah mengunjungi kelenteng satu ini. Kunjungan ini awalnya sebatas kegiatan bertema toleransi yang diadakan kampus. Ternyata kunjungan ini lebih dari tuntutan perkuliahan. Saya dibuat terkesima dan ketagihan untuk mengunjungi kelenteng ini, bahkan di waktu liburan.

Liburan tak melulu harus pergi ke tempat yang itu-itu saja. Sesekali Teman Traveler bisa mengunjungi tempat wisata bertema religi karena selain mendapatkan pengetahuan baru, bisa juga memperluas cara pandang.

Kelenteng Tertua di Kota Malang

Tempat ini merupakan kelenteng tertua di Kota Malang dan usianya sudah ratusan tahun, Kelenteng Eng An Kiong. Kelenteng ini dibangun tahun 1825. Di tahun 2019 ini, kelenteng ini telah berusia 194 tahun. Untuk itu kelenteng ini termasuk tempat bersejarah dan kuno di Kota Malang yang patut dikunjungi oleh Teman Traveler.

g_5463280d_352c_4786_a278_d1e1d07ddd7e__2__xXC.jpg
Kelenteng Eng An Kiong terletak di Jalan Martadinata, Kedungkandang, Kota Malang
(c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Pertengahan tahun 2019, saya mengunjungi kelenteng ini di sela-sela liburan ke Kota Malang. Tak banyak yang berubah kecuali bagian depan kelenteng menjadi lebih luas dan terbuka. Kelenteng ini masih tampak mencolok dengan warna merah dan emasnya. Bangunan tua ini langsung menyita perhatian di antara keramaian kendaraan yang berlalu lalang di sekitar Jalan Martadinata, Kotalama, Kedungkandang, Kota Malang. Dua tahun sebelumnya, tepatnya tahun 2017, saya mengunjungi kelenteng ini pertama kalinya.  Saat itu, rohaniwan kelenteng yang bernama Anton Triyono menuturkan jika kelenteng ini dibangun oleh Liutenant Kwee Sam Hay, seorang pedagang dari Tiongkok.

a_430da7b0_ecd3_45be_95f8_4012fb451334__2__bUN.jpg
Kelenteng ini berusia ratusan tahun dan menjadi bagian sejarah Kota Malang
(c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Menjadi Tanda Eksistensi Masyarakat Tionghoa

Keberadaan kelenteng pertanda eksistensi masyarakat Tionghoa di Kota Malang. Sejarah Kota Malang memang cukup kental dengan nuansa budaya Tionghoa. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan bangunan-bangunan tua bercorak budaya Tionghoa, termasuk kelenteng ini.

fca3f9cd_fe85_41b1_831c_fe5ee00dbecd_lf7.jpg
Bagian dalam kelenteng Eng An Kiong (c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Ketika memasuki kelenteng ini, aroma dupa dan perlengkapan ibadah langsung memenuhi penglihatan. Anton Triyono sempat menjelaskan beberapa aturan dan maknanya saat memasuki kelenteng. Mulai dari mendahulukan kaki kiri, melangkahi palang pintu bukan menginjaknya, dan menyusuri ruangan dari sebelah kiri dan ke luar di pintu kanan. Menurut kepercayaan Tionghoa, kiri lebih utama dibandingkan kanan yang artinya kita harus mendahulukan sifat-sifat kebajikan. Waktu itu saya diperkenalkan dengan setiap ruangan yang di dalamnya berisi patung-patung dewa dan dewi kepercayaan masyarakat Tionghoa. Setiap ruangan adalah tempat ibadah untuk para pemeluk agama dengan dewa atau dewi kepercayaannya.

h_b9886abe_0ccc_42bd_9857_f417dc278da3_zQ6.jpg
Kolam ikan yang ada di Kelenteng Eng An Kiong (c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Tempat Ibadah Tiga Agama

c_ffb74dbd_95d6_4587_8de9_6a93232d26ac__2__7fX.jpg
Sisi kanan di dekat pintu ke luar Kelenteng Eng An Kiong (c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Kelenteng Eng An Kiong ini memiliki arti keselamatan. Seperti maknanya Eng adalah abadi, An berarti keselamatan, dan Kiong artinya istana. Menurut Anton, penamaan ini juga tidak lepas dari filosofi kelenteng itu sendiri yang berarti wujud rasa syukur atas keselamatan yang diberikan.

k_a0fdb637_57bf_49a6_a624_35c29128a5b9__2__bjn.jpg
Salah satu bagian tengah Kelenteng Eng An Kiong (c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Tahukah Teman Traveler jika kelenteng ini adalah tempat sembahyang untuk tiga agama? Jadi, kelenteng ini merupakan kelenteng Tri Dharma yang berarti menjadi tempat peribadatan untuk agama Buddha, Tao, dan Konghucu.

Wisata Religius yang Sarat Budaya dan Pesan Toleransi

Hal yang paling berkesan dari pengalaman mengunjungi kelenteng ini adalah saya belajar banyak tentang budaya Tionghoa. Memahami kepercayaan-kepercayaan mereka, salah satunya kepercayaan mereka terhadap Dewi Kwan Im. Saya juga mencoba peruntungan dengan meramal nasib di sini. Pengalaman yang seru dan menyenangkan pastinya. Teman Traveler pun bisa mencobanya.

l_37311e82_2572_4dc5_bf2f_f5da2b1291c8_h6K.jpg
Corak yang khas budaya Tionghoa (c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Selain itu, biasanya di kelenteng ini juga menampilkan pertunjukan barongsai dalam momen-momen tertentu. Tempat ini ini juga mengajarkan tentang pentingnya toleransi dan kemanusiaan. Hal ini dapat disimpulkan dari pesan-pesan yang terkandung dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa yang dijelaskan oleh Anton yang banyak menyinggung tentang welas asih. Salah satu bentuk toleransi  lain adalah pada bulan Ramadan biasanya pihak yayasan kelenteng ini membagikan makanan buka puasa secara gratis untuk pemeluk agama Islam. Cara pandang saya pun semakin luas dalam menghadapi perbedaan-perbedaan dari kelenteng ini.

f_14e8d983_07a3_4f05_b682_8b0052c3cb25__2__c6R.jpg
Papan nama yang tertempel di dekat kantor yayasan Kelenteng Eng An Kiong
(c) Ana Widiawati/Travelingyuk

Itulah tadi ulasan mengenai Kelenteng Eng An Kiong dari Ana Widiawati (salah satu kontributor di Travelingyuk). Berwisata ke tempat ini banyak sekali manfaatnya di samping liburan, Teman Traveler juga bisa belajar budaya dan toleransi. Jangan lupa berkunjung ke sini ya!

Advertisement
Tags
kelenteng eng an kiong Malang Wisata Budaya wisata malang
Share