Majapahit di Tulungagung, 2 Kota yang Lahirkan Nusantara

Advertisement

Tidak hanya memiliki berbagai relief Majapahit, kedekatan Tulungagung dengan kerajaan yang berpusat di Mojokerto erat kaitanya dengan sosok Ratjapani Gayatri. Jejak sang biksuni tersebut di Kota Marmer telah banyak meninggalkan prasasti besar yang sangat berpengaruh, tidak hanya bagi Tulungagung dan Majapahit dalam penaklukan nusantaranya saat itu, tapi juga berpengaruh dalam kearifan nusantara kita.

Teman Traveler yang suka berlibur menuju kawasan bersejarah, sudah tahukah kalian jika Tulungagung adalah kawasan yang menjadi rumah kelahiran dari istilah “Tan Hana Mangruwa” yang sering kita kenal dengan istilah sekarang Bhineka Tunggal Ika? Yap, istilah Tan Hana Mangruwa yang bermakna tidak ada dharma yang mendua itu lahir dari pertapaan sang Ratjapani (Gayatri) dalam pengasinganya di Kota Marmer. Gak percaya? Yuk, buktikan sendiri.

Candi Gayatri, Pusat dari Semua Jejak Majapahit

Candi Gayatri dengan segala pesonanya yang hening ditengah jantung desa Boyolangu (Foto By Akbar Dedy P. )

Sebagai penerus tahta dari sang suaminya, Raden Wijaya, sang Ratjapani Gayatri memilih untuk meletakkan tahta kepada sang cucu, Prabu Hayam Wuruk, yang kala itu masih sangat muda usianya. Bukan tanpa alasan, jalan tersebut dipilih sang Ratjapani Gayatri untuk lebih mengabdikan dirinya pada ajaran Dharma sampai mangkat.

Menjadi komplek persematan abu dari sang biksuni, candi Gayatri yang terletak di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung pun menjadi pusat dari akhir perjalanan sang permaisyuri Majapahit. Komplek candi yang memiliki 3 bangunan parawara ini memberi kesan magis pada Teman Traveler yang berkunjung. Susunan pelataran candi yang berupa bongkahan batu bata merah dengan panjang dan lebar sekitar 11.4 meter, tinggi sekitar 2.3 meter, mempunyai patung utama di tengah sebagai perwujudan sosok arca wanita Budha.

Komplek Peribadatan Majapahit pada Candi Cungkup

Senja diatas Candi Sanggrahan (Foto By Akbar Dedy P. )

Dibangun oleh Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1362 M, Candi Cungkup akrab disapa Candi Sanggrahan. Nama ini persis seperti nama desa dimana candi itu berada, yaitu Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Area ini menjadi kesekian kalinya kawasan yang memiliki bangunan candi peninggalan kerajaan penakluk nusantara, Majapahit.

Candi Sanggrahan yang memiliki tinggi 5,86 meter itu merupakan tempat peristirahatan bagi arak-arakan Majapahit yang membawa abu Ratjapani Gayatri. Kawasan yang dahulunya juga dipakai sebagai tempat ibadah bagi pemeluk ajaran Budha dan Hindu tersebut memang indah.

Terletak hanya sekitar 4 kilometer dari komplek candi Gayatri, destinasi sejarah tersebut berada ditengah lingkungan warga. Selain menawarkan akses yang mudah, baik candi Gayatri maupun candi Sanggrahan tak mengenai tiket masuk. Teman traveler boleh mendekat menuju prasasti-prasasti tersebut sekedar berswafoto. Dijamin fotogenic!

Kelahiran Istilah Tan Hana Mangrwa

Relife disekitaran komplek goa Pasir (Foto By Akbar Dedy P. )

Teman Traveler, memasuki kawasan Goa Pasir kita akan disulap dengan nuansa kesejukan dan magis dari sebuah destinasi bersejarah. Tak salah memang, goa ini merupakan tempat pertapaan sang Ratjapani Gayatri saat memilih mengasingkan diri ke Tulungagung. Goa yang letaknya diantara lereng bebatuan Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol tersebut mempunyai sejarah gamblang terkait bagaimana Gayatri mendapat wangsit “Tan Hana Mangrwa.”

Dengan didasari oleh cita-cita yang dia temukan dari pertapaan di Goa Pasir inilah yang akhirnya mendasari munculnya kitab Sotasoma. Kitab yang ditulis oleh Mpu Tantular itu kemudian dijadikan visi oleh Majapahit dalam menyatukan bumi Nusantara. Seiring berjalanya waktu, kitab tersebut kemudian diadopsi pahlawan kemerdekaan dalam upaya menyatukan Nusatara yang dituang dalam asas Bhineka Tunggal Ika.

Mengunjungi situs Goa Pasir, Teman Traveler hanya akan dikenakan tarif biaya parkir sebesar Rp. 3.000 saja. Masih lebih mahal kalau buat traktir pacar kan dibandingkan segudang pengalaman historis menarik di Kota Kopi Ijo ini. Pemandangan menarik dengan nuansa hijau khas pegunungan di sekeliling goa menawarkan traveler milenial view yang menawan, dijamin deh!

Goa Tritis, Kawasan Pertapaan Gayatri  

Goa Tritis yang sarat akan kemagisan (Foto Heru Kabid Promosi Dinas Pariwisata Tulungagung)

Goa Pasir merupakan komplek petilasan yang letaknya di sebelah timur dari Gunung Budheg. Kawasan yang masih masuk dalam bagian wilayah Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat, berada diatas ketinggian gunung Joko Budheg. Goa kecil yang sekelilingnya dibanguni susunan batu bata ini sejatinya merupakan tempat pertapaan.

Berbagai tokoh besar kerajaan Majapahit maupun kerajaan seusianya pernah singgah dan semedi di kawasan tersebut. Menjadi kawasan yang disucikan, saat mengunjungi goa Tritis kita harus sopan dalam bersikap. Dengan menawarkan view menawan khas pegunungan, kawasan goa Tritis turut menyimpan beberapa prasasti khas bercorak Budha.

Berkunjung ke kawasan ini pasti akan menawan, lho Teman Traveler. Dari hanya membayar Rp 3.000 saja untuk biaya parkir, jalur menuju kawasan ini juga cukup mudah meski berada di atas ketinggian. Tidak lengkap deh kalau Teman Traveler ingin mengenal sejarah Majapahit lebih dekat tapi tidak berkunjung ke kawasan ini.

Candi Dadi, Mirip Bangunan di Michu Pichu?

Eksotisme peson candi Dadi yang tegak berdiri diatas gunung (Foto By Heru kabid promosi Dinas Pariwisata Tulungagung)

Destinasi Majapahit selanjutnya adalah komplek Candi Dadi di Desa Wajaklor, Kecamatan Boyolangu. Letaknya yang di atas pegunungan 900 mdpl sudah tentu menawarkan keunikan tersendiri. Belum diketahui secara pasti angka tahun pembangunanya. Namun, berada diatas kawasan yang tidak lazim sampai bentuk konstruksi bangunanya mempunyai keunikan tersendiri.

Komplek percandian yang saat ditemukan memiliki bentuk bangunan paling sempurna ini memiliki sumur di puncaknya yang digadang mirip dengan arsitektur Maccu Piccu di Lima, Peru. Tak ada yang tahu pasti apa fungsinya, tapi menurut beberapa ahli sejarah, sumur tersebut maupun letak pembangunanya erat kaitanya dengan konstruksi dalam ajaran Dharma Budha.

Mengingat Budha merupakan ajaran yang dibawa salah satunya oleh kerajaan Majapahit, Candi Dadi diperkirakan dibagun oleh lingkar kerajaan Majapahit sebagai tempat yang dipersembahkan untuk dewa dalam ajaran Budha.

Komplek Candi Dadi dapat diakses dari berbagai destinasi wisata di Tulungagung, mulai dari kawasan konservasi Argo Pathuk sampai makam Eyang Cokro Kusumo. Bagi Teman Traveler yang suka destinasi bernuansa pendakian diatas pegunungan, kawasan satu ini wajib dikunjungi!

Menawan bukan? Sudah seharusnya memang berwisata tak melulu bicara soal menghabiskan waktu luang, adakalanya kita juga harus belajar sejarah sembari berlubur bukan? Menawan!

Advertisement
Tags
Majapahit situs sejarah Tulungagung
Share